Nasionalisme dan Imperialisme Afrika
Compatibility>
<![endif]-->
Menurut
PJ Bouman, imperialisme modern adalah suatu istilah yang diperuntukkan bagi
ekspansivitet negara-negara industri sesudah 1870 atau 1880. Walaupun dalam
phase tersebut penaklukan daerah-daerah erat sekali hubungannya dengan struktur
ekonomi dari pada kapitalisme keuangan namun imperialisme tidak hanya
disebabkan karena alasan-alasan ekonomi saja. Imperialisme juga berisi elemen
politik yaitu tradisi kenegaraan. Setiap negara yang ingin mempertahankan
otonominya, terpaksa melakukan penjamin diri sampai sejauh-jauhnya dan
kadang-kadang tindakan ini dapat berubah menjadi tindakan agresif. Sejajar
dengan agresivitas tersebut, faktor nasionalismeikut berbicara. Tetapi walaupun
imperialisme merupakan campuran elemen-elemen poliyik dan ekonomi, namun elemen
yang tersebut terakhir itulah yang sangat menentukan. Demikian pendapat Bouman.
Bagi sejarah erofa abad ke-19 aalah
abad nasionalisme. Semangat nasionalisme itu menjadi sangat tebal, sehingga
sering kali semangat itu dibawahnya keluar batas-batas negerinya. Dengan
demikian maka suatu negara merasa mempunyai hak dan kewajiban untuk melindungi
warga negaranya yang tinggal di negeri orang lain.
Sesungguhnya hak melindungi
wargangara yang tinggal di negeri orang lain itu, telah dilakukan oleh Lord
Palmerston yang berisi bahwa nasionalitas inggris harus memiliki nada yang sama
dengan, Civis Romanu. Sum dalam zaman kuna, ternyata mendapat sambutan baik
dari rakyat inggris pada umumnya. Ucapan menteri tersebut sangat digemari
rakyat dan dipakainya sebagai seloka. Terhadap luar negeri, maka adalah
kewajiban setiap pemerintahnya, untuk mempertahankan tiap kepentyingan
warganegara inggris dengan jalan apapun juga. Seorang bangsa inggris harus
diberi hak lebih daripada bangsa lain.
Jaminan akan pemberian, perlindungan
oleh pemerintahnya tersebut mengakibatkan makin bertambah beraninya orang-orang
inggris melakukan penyerbuan ke segala pelosok penjuru dunia. Cara memberi tahu
bantuan itu tidak selalu sama, tergantung kepada keadaan dan kemampuan bangsa
yang dihadapinya. Insiden pembunuhan terhadap seorang paderi, panglima perang
ataupun warga negara inggris lainnya oleh bangsa lain dapat dijadikan “casus
belli”.
Pada zaman imperialisme modern
kepentingan kaum kapitalis juga dilindungi oleh negaranya. Tuntutan sekelompok
kapitalis akan daerah-daerah konsensi di negeri lain biasanya disertai pula
ancaman gerakan angkatan laut. Kekuasaan negara berada dibelakang mereka, bukan
hanya untuk melindungi warga ngaranya, tetapi juga perusahaan-perusahaan
mereka. Biasanya disebut-sebut bahwa angkatan laut inggris adalah alat untuk
menjamin jalannya perdagangan laut dalam masa perang. Tetapi tidaklah keliru
apabila orang berpendapat bahwa dalam masa damai angkatan laut itu dipergunakan
untuk melindungi modal-modal inggris yang ditanam di luar negeri. Modal itu
diberi sifat nasional, seakan-akan saham-saham mendapatkan hak-hak
kewarganegaraan dan untuk obligasi-obligasi dapat dikenakan kata-kata
Palmerston, “Civis Romanus Sum”.
Tidak hanya angkatan laut saja yang
dapat digerakkan untuk membela ekonomi bangsanya yang berada diluar negeri,
melainkan juga seluruh angkatan perangnya. Perang Boer (1899-1902) adalah
perang yang berdasarkan alasan-alasan sosial ekonomis, untuk membela
kepentingan-kepentingan kaum kapitalis inggris di daerah Afrika Selatan. Ini
berarti bahwa politik luar negeri negara kapitalis itu ditunjukkan untuk
memenuhi kebutuhan kaum modal di ngerinya. Pembelaan terhadap warganegara dan
modal kaum kapitalis di negeri orang lain itu tidak hanya dilakukan oleh
inggris saja, tetapi juga oleh negara-negara kapitalis lainnya. Tindakan kaisar
Wilhelm II di Maroko pada permulaan abad ke-20 ini adalah salah satu cara untuk
melindungi modal kaum kapitalis Jerman di negeri tersebut.
Disamping semangat nasionalisme yang
meluap-luap dibawa ke luar batas negerinya, juga jingoisme dan Chauvinisme
dapat mendorong adanya imperialisme. Bahwa Jingoisme dapat mengancam perdamaian
dan mendorong diberlakukannya tindakan imperialisme, dapat dilihat pada
peristiwa perang Rusia Turki (1877-1878). Perang ini memberi kemungkinan besar
bagi rusia untuk mencapai cita-cita “hot policy” di Balkan. Oleh karena adanya
kemungkinan tersebut mincullahpertanyaan bagaimana sikap inggris dalam
menghadapi masalah timur ini? Apakah inggris akan mengikuti politik Palmerston
mempertahankan Turki dalam menghadapi Rusia? Yang jelas ialah bahwa inggris
harus turun tangan, karena kedudukannya di Laut Tengah bagian timur menjadi
terancam.
Kemudian Lord Derby menteri luar
negeri inggris memperingatkan Czar tentang adanya ketentuan bahwa tiap
perjanjian antara rusia dan Turki, seperti halnya yang diadakan pada 1856 dan
1871, tidak akan berlaku sah, jika tanpa persetujuan negara-negara besar yang
mempunyai bagian dalam perjanjian itu. Peringatan ini diperkuat dengan
pengiriman angkatan laut inggris di teluk Besika ke Darnella.
Sebaliknya Rusia menjawab, apabila
kapal-kapal perang inggris itu berlayar melalui Straits, Istanbul akan
ditembaki, dengan alasan untuk melindungi warga negara kristen Orthodox.
Akibatnya suasana menjadi sangat meruncing. Lebih-lebih lagi pada waktu itu
timbul semangat Jingoisme di inggris. Semangat menantang “Rusia
berkobar-kobar”, hingga di balai-balai musik di london terdengar lagu-lagu
“Jingoes” bergema.
Comments
Post a Comment